Jelang Bulan Ramadhan: BMKG dan Muhammadiyah Mulai Prediksi Hari Pertama Puasa

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, Indonesia senantiasa menghadapi tantangan penentuan awal bulan Ramadhan setiap tahunnya. Kriteria yang digunakan oleh berbagai lembaga dan organisasi Islam dalam menentukan awal bulan puasa menjadi perhatian utama, terutama dalam konteks keberagaman pendekatan antara lembaga agama dan organisasi keagamaan.

Pada tahun 2024, perbedaan pendekatan dalam menentukan awal bulan Ramadhan semakin menonjol di Indonesia. Dua pendekatan utama, yaitu yang diadopsi oleh Kementerian Agama dan Nahdlatul Ulama, serta yang digunakan oleh Muhammadiyah, menciptakan perbedaan interpretasi yang mencolok.

Advertisement

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama dan Nahdlatul Ulama, menggunakan kriteria yang mirip dengan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Kriteria ini melibatkan ketinggian hilal dan elongasi Bulan-Matahari sebagai penentu awal bulan hijriah, termasuk Ramadhan. Menurut standar yang diberlakukan, hilal harus memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat agar dianggap sebagai awal bulan hijriah baru.

BACA JUGA: Dompet Ikutan ‘Puasa’ di Bulan Ramadhan? Berikut Tips Menjaga Keuangan di Bulan Ramadhan!

Di sisi lain, Muhammadiyah menggunakan pendekatan yang lebih mengutamakan perhitungan astronomis terhadap hilal. Mereka tidak mempertimbangkan ketinggian dan elongasi hilal secara eksklusif; sepanjang hilal sudah terlihat, meskipun hanya 0,1 derajat, Muhammadiyah menganggapnya sebagai awal bulan hijriah baru.

Perbedaan pendekatan ini menjadi lebih jelas dalam prakiraan ketinggian hilal dan elongasi Bulan-Matahari yang dipublikasikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Pada 10 Maret, ketinggian hilal berkisar antara 0,33 derajat hingga 0,87 derajat, sedangkan elongasi berkisar antara 1,64 derajat hingga 2,08 derajat. Sementara pada 11 Maret, ketinggian hilal meningkat menjadi antara 10,75 derajat hingga 13,62 derajat, dengan elongasi antara 13,24 derajat hingga 14,95 derajat.

Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, telah menetapkan awal Ramadhan pada 11 Maret berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal. Mereka menggambarkan bahwa hilal sudah wujud pada 10 Maret, kecuali di beberapa wilayah seperti Maluku Utara dan Papua. Meskipun demikian, Kementerian Agama belum menetapkan tanggal awal Ramadhan 1445 H secara resmi.

Perbedaan interpretasi ini menciptakan dinamika tersendiri dalam masyarakat Muslim Indonesia. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menekankan pentingnya sikap saling menghormati dan toleransi dalam menghadapi perbedaan pandangan ini.

BACA JUGA: Kemenag Gelar Sidang Isbat untuk Menentukan Awal Puasa 10 Maret 2024 Mendatang

Dengan demikian, perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan di Indonesia menjadi refleksi dari keberagaman pendekatan keagamaan yang ada. Meskipun berbeda dalam menentukan awal bulan puasa, sikap saling menghormati dan memaknai ibadah sebagai pembangun kesalehan diri dan masyarakat tetap menjadi fokus utama, sebagaimana yang disampaikan oleh Haedar Nashir.

Seiring berjalannya waktu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk terus memperkuat semangat saling menghormati dan menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan, terlepas dari perbedaan pendapat yang mungkin muncul dalam konteks penentuan awal bulan Ramadhan. (*/)

(RRY)

Advertisement

Related post

×

Hello!

Silakan kirim email ke program@jak101fm.com untuk pertanyaan seputar JAK 101 FM

× Hey JAK FM