Siapa yang Berhak Menggunakan Bangku dan Lift Prioritas di Transportasi Publik?
Untuk JAKartans yang biasa beraktivitas dengan menggunakan transportasi publik, tentunya JAKartans sering melihat orang yang tidak berkebutuhan khusus menggunakan lift prioritas atau bangku penumpang prioritas. Pasalnya, isu penggunaan lift ataupun bangku prioritas baru-baru ini kembali menjadi pembahasan di media sosial.
Keberadaan lift dan bangku prioritas memang diperuntukan untuk mereka yang berkebutuhan khusus dan diprioritaskan (lansia, ibu dengan anak, dan ibu hamil). Namun, tidak jarang mereka yang tidak berkebutuhan khusus dan diprioritaskan justru menggunakan fasilitas yang diprioritaskan untuk mereka yang berkebutuhan khusus dan di prioritaskan.
Biasanya, alasan yang digunakan adalah situasi yang sepi, dan juga tidak adanya penumpang prioritas. Sehingga, bagi mereka, dari pada tempat duduk atau lift tersebut tidak digunakan, lebih baik mereka yang gunakan.
BACA JUGA: Mengenal 4 Transportasi Publik Andalan Warga Jakarta dan Sekitarnya
Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah pemikiran tersebut tepat? Apakah fasilitas prioritas boleh juga digunakan oleh para penumpang non prioritas?
Siapa yang Berhak?
Manager External Relations & Corporate Image Care KAI Commuter Leza Arlan, aturan tempat duduk prioritas maupun fasilitas lainnya di KRL ditujukan untuk penumpang yang memiliki kondisi dan usia tertentu.
Dengan demikian, pada dasarnya yang memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas prioritas di transportasi publik adalah mereka yang memiliki kondisi dan usia tertentu. Lantas, apakah masyarakat yang tidak memiliki kondisi dan di luar usia tertentu dapat menggunakan fasilitas prioritas?
Pada akhirnya, jasa transportasi publik hanya memiliki kewajiban untuk menyediakan fasilitas prioritas/khusus bagi penumpang yang membutuhkan. Hal ini tertuang pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang pengaturan lebih lanjutnya tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (“PP 72/2009”) sebagaimana yang telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (“PP 61/2016”).
BACA JUGA: Mengapa Masyarakat Indonesia Masih Enggan Menggunakan Transportasi Publik?
Dengan demikian, permasalahan fasilitas prioritas seringkali disalahgunakan oleh mereka yang tidak menjadi prioritas, pada akhirnya menjadi permasalahan moral dan etika. Karena, dari segi hukum jasa penyedia transportasi publik sudah menjalankan kewajiban mereka.
Fasilitas Prioritas untuk Mereka yang Diprioritaskan
Seperti yang sudah dijelaskan, pada akhirnya penyalahgunaan bangku atau lift prioritas oleh mereka yang bukan penumpang prioritas merupakan permasalahan moral. Sederhananya, masyarakat Indonesia pada akhirnya belum bisa memahami sulitnya menjadi orang berkebutuhan khusus, lansia, ibu dengan anak, maupun ibu hamil. Karena, bagi mereka yang terpenting adalah kenyamanan mereka sendiri, bukan kenyamanan untuk mereka yang membutuhkan.
Namun, jasa penyedia transportasi publik pun memiliki tanggung jawab juga dalam menyelesaikan permasalahan ini. Karena, pada kenyataannya banyak fasilitas umum seperti eskalator justru tidak berfungsi dan akhirnya menyulitkan penumpang non prioritas.
BACA JUGA: Jauh Sebelum LRT, Berikut 4 Transportasi Umum yang Sempat Populer di Jakarta
Dengan demikian, baik penumpang dan penyedia jasa angkutan, sudah seharusnya berbenah guna menciptakan kenyamanan untuk bersama. Sehingga, hak setiap orang dapat terpenuhi. Mereka yang memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas prioritas dapat mendapatkan haknya, dan mereka yang bukan penumpang prioritas pun dapat mendapatkan haknya juga. (*/)
(RRY)