Harga Beras Naik, Orang Eropa ‘Penyebabnya’!

Dalam tengah-tengah lonjakan harga beras global, Perum Bulog, lembaga pengelola pangan strategis di Indonesia, menyoroti tren yang mengejutkan: orang Eropa mulai memakan nasi. Febby Novita, Direktur Bisnis Bulog, menyampaikan pernyataan menarik ini ketika diwawancarai di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur.

“Dahulu, orang Eropa cenderung mengonsumsi gandum. Namun, kini mereka beralih ke nasi,” ujar Febby, mengaitkan kebiasaan baru ini dengan lonjakan harga beras yang terjadi. Ia juga mengamati bahwa orang Eropa kini membeli beras dalam jumlah besar dari negara-negara produsen seperti Vietnam dan Thailand.

Advertisement

Menurut Febby, keanehan ini turut menyumbang pada kenaikan harga beras di pasar global. Namun, lebih dari itu, ia menyoroti berbagai faktor yang turut berkontribusi, termasuk fenomena alam seperti El Nino yang mengganggu produktivitas pertanian serta dinamika geopolitik global.

Namun demikian, alasan seperti El Nino tidak dapat dijadikan pembenaran untuk minimnya stok beras di Indonesia. Meskipun pada tahun 2023 lalu, Indonesia masih mencatatkan surplus tipis sekitar 100 ribu ton beras, hal ini tidak membenarkan kebijakan impor beras yang berlebihan oleh pemerintah.

Eliza Mardian, seorang peneliti dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menegaskan bahwa produksi beras Indonesia hanya turun sebesar 650 ribu ton menjadi 30,9 juta ton akibat El Nino. Namun, konsumsi beras selama tahun tersebut hanya mencapai 30,8 juta ton. Dengan demikian, narasi defisit beras yang sering digaungkan oleh pemerintah dinilai sebagai kesalahan pemahaman.

Dwi Andreas Santosa, seorang Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB University, juga mengkritik keras narasi defisit beras tersebut. Menurutnya, pada tahun 2023, keputusan impor beras yang mencapai 3 juta ton justru terlalu berlebihan, mengingat Indonesia masih mencatatkan kelebihan stok sebesar 2,65 juta ton.

Lebih lanjut, Andreas menegaskan bahwa Indonesia akan memasuki masa panen raya yang diharapkan akan meningkatkan produksi padi. Meski demikian, keputusan pemerintah untuk impor tambahan 1,6 juta ton beras di 2024 dinilai terlalu gegabah.

BACA JUGA: BUMN Melalui BULOG Pastikan tidak Ada Kekurangan Beras

Syaiful Bahari, seorang Analis Kebijakan Pangan, juga menyoroti penurunan harga beras di negara produsen seperti Vietnam. Harga beras di Vietnam saat ini berada pada level yang rendah, menciptakan selisih harga yang menggiurkan bagi importir Indonesia.

Dengan demikian, keputusan untuk membeli beras dari luar negeri, terutama dari negara produsen seperti Vietnam, menjadi lebih menguntungkan bagi importir dibandingkan dengan membeli beras lokal. Hal ini berpotensi mengancam petani lokal dan pasar beras domestik.

Secara keseluruhan, lonjakan harga beras global menimbulkan tantangan yang kompleks bagi Indonesia. Sementara faktor-faktor seperti alam, geopolitik, dan kebiasaan konsumsi global memainkan peran dalam dinamika ini, penanganan yang bijaksana dan kebijakan yang tepat sangatlah diperlukan untuk menjaga stabilitas pangan dan melindungi kepentingan petani lokal. (*/)

(CNN/RRY)

Advertisement

Related post

×

Hello!

Silakan kirim email ke program@jak101fm.com untuk pertanyaan seputar JAK 101 FM

× Hey JAK FM