Mengenal Deepfakes, Teknologi AI yang Sering Digunakan untuk Menyebar Hoax

Berkembangnya teknologi bisa dibilang menjadi ‘blessing in disguise’. Tentunya, keberadaan teknologi yang semakin canggih sangat membantu manusia untuk menunjang pekerjaan ataupun aktivitas. Belum lagi, sejak munculnya artificial intelligence berbagai sektor mulai terbantu atau bahkan tergantikan sejak kemunculan AI ini. 

Namun, pada akhirnya, ‘berkah’ ini memberikan bumerang juga bagi manusia. Semakin berkembangnya teknologi, informasi yang muncul pun semakin pesat. Munculah fenomena paradox of plenty terkait informasi. Paradox of plenty adalah situasi di saat informasi sudah terlalu banyak, sehingga sulit ditemukan informasi yang benar. Dan salah satu bentuk dari adanya paradox of plenty adalah deepfake.

Advertisement

BACA JUGA: Bukan Sekadar Bot, Berikut 7 Alasan Kenapa Kamu Harus Menggunakan AI Chat GPT

Apa itu Deepfake?

Deepfake adalah tipe dari AI yang biasa digunakan untuk membuat foto, audio, video hoax yang cukup meyakinkan. Deepfake dibuat dengan cara menggunakan dua algoritma AI yang bertentangan: Satunya bernama generator, dan satunya lagi disebut diskriminator. 

Generator dalam pembuatan konten multimedia meminta bantuan dari diskriminator untuk menentukan apakah suatu konten itu otentik atau palsu. Bersama-sama, mereka membentuk sebuah sistem yang disebut Generative Adversarial Network (GAN).

Setiap kali diskriminator berhasil mengidentifikasi konten sebagai palsu dengan akurat, hal ini menghasilkan informasi berharga yang dapat digunakan untuk meningkatkan deepfake selanjutnya.

Kemajuan dalam teknologi deepfake membuat sulit bagi mata manusia untuk membedakan konten asli dan palsu. Namun, peneliti Facebook telah mengembangkan kecerdasan buatan yang dapat mendeteksi deepfake dan melacak asal usul kontennya melalui teknik rekayasa balik atau reverse engineering.

Dalam penelitian mereka, tim Facebook menjalankan gambar deepfake melalui jaringan mereka. Selanjutnya, program kecerdasan buatan mereka mencari jejak yang tersisa dari proses pembuatan yang digunakan untuk mengubah gambar digital tersebut.

“Dalam dunia fotografi digital, jejak ini digunakan untuk mengidentifikasi kamera digital yang digunakan untuk mengambil gambar,” kata para peneliti.

Jejak ini juga merupakan pola unik yang dapat digunakan untuk mengenali model generatif yang digunakan untuk menciptakan gambar tersebut.

Selain itu, para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) telah melakukan eksperimen yang memungkinkan orang untuk lebih mendekati pemahaman terhadap deepfake. Eksperimen ini, yang dikenal sebagai “Detect Fakes,” melibatkan berbagai jenis konten, termasuk teks, audio, dan video, untuk menguji kemampuan individu dalam membedakan konten asli dan palsu.

JAKartans dapat mengakses konten eksperimen ini di laman https://detectfakes.media.mit.edu/ dengan harapan bahwa hal ini akan membantu pengguna dalam mengidentifikasi konten deepfake dengan lebih mudah. 

BACA JUGA: Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Tekankan Pentingnya Kolaborasi Inggris-Indonesia dalam Bidang AI

Tips Membedakan Konten Deepfake

Meskipun serupa, namun nyatanya JAKartans tetap dapat membedakan mana konten yang merupakan deepfake dan mana yang bukan. Mengutip dari situs MIT, terdapat beberapa tips untuk membedakan konten yang telah dimanipulasi oleh deepfake:

  1. Amati ekspresi wajah. Transformasi DeepFake tingkat tinggi hampir selalu berkaitan dengan perubahan pada ekspresi wajah.
  2. Perhatikan detail pipi dan dahi. Apakah kulit terlihat terlalu halus atau berkerut? Apakah penampilan kulit sesuai dengan rambut dan mata? Deepfakes seringkali tidak konsisten dalam beberapa aspek.
  3. Amati dengan cermat mata dan alis. Apakah bayangan terlihat di tempat yang seharusnya? Deepfakes sering kali tidak mampu memberikan efek alami dari suatu adegan dengan sempurna.
  4. Teliti penggunaan kacamata. Apakah ada refleksi cahaya yang tidak semestinya? Apakah ada efek silau yang berlebihan? Apakah sudut cahaya berubah sejalan dengan gerakan orang tersebut? Sekali lagi, DeepFakes seringkali tidak berhasil merepresentasikan efek fisika alami, terutama dalam hal pencahayaan.
  5. Amati rambut di area wajah seperti kumis dan janggut, atau apakah ada perubahan di sana. Apakah perubahan pada rambut wajah terlihat alami? DeepFakes mungkin menambah atau menghapus kumis, cambang, atau janggut, tetapi seringkali gagal membuat transformasi rambut wajah terlihat seolah-olah itu adalah bagian yang alami.
  6. Perhatikan tahi lalat di wajah. Apakah tahi lalat terlihat seolah-olah itu adalah asli?
  7. Perhatikan tingkat kedipan mata. Apakah orang tersebut tampak berkedip dengan seimbang atau terlalu sering?
  8. Amati ukuran dan warna bibir. Apakah ukuran dan warna bibir sesuai dengan bagian lain dari wajah orang tersebut?

(*/)

(RRY)

 

Advertisement

Related post

×

Hello!

Silakan kirim email ke program@jak101fm.com untuk pertanyaan seputar JAK 101 FM

× Hey JAK FM