Nokia: Ponsel yang Dulu Dipuja, Kini Justru Mengalami Kebangkrutan
Nokia bisa dibilang menjadi handphone paling populer di masanya. Rasanya, hampir seluruh anak gaul wajib menggunakan Nokia sebagai alat komunikasi mereka. Berbagai jenis atau tipe, dari murah sampai mahal, semuanya ada di Nokia.
Sederhananya, Nokia sudah menjadi handphone sejuta umat. Tua-muda, miskin-kaya, hampir menggunakan Nokia. Rasanya dengan kejayaan yang ada di eranya Nokia, hampir mustahil untuk mengatakan Nokia akan mengalami kebangkrutan.
Di era sekarang, jajaran smartphone dipenuhi oleh berbagai merk. Apple dengan iPhonenya, Android dengan berbagai merk, seperti Samsung, Oppo, Xiaomi, dan lain sebagainya.Di antara nama-nama tersebut, sulit rasanya untuk Nokia untuk kembali ke puncak kepopuleran.
BACA JUGA: Rilis Hari Ini, Berikut 10 Fitur Terbaru dari iOS 17
Kebangkrutan Nokia
Nokia bisa dibilang merajai pasar ponsel selama kurang dari satu dekade. Pada masa kejayaannya, Nokia menguasai pasar ponsel global dengan nilai lebih dari 40%. Namun, meskipun berada di tengah kesuksesan dengan memiliki harga saham yang tinggi, dan banyaknya pelanggan yang dimiliki, CEO Nokia Jorma Ollila justru khawatir pertumbuhan yang tengah terjadi akan menyebabkan hilangnya kelincahan dan kewirausahaan.
Di antara tahun 2001 dan 2005, berbagai keputusan dilakukan untuk mencoba mengembalikan dorongan dan energi dari Nokia sebelumnya. Namun, disinilah awal keterpurukan Nokia terjadi.
Adanya kebijakan realokasi peran kepemimpinan yang penting dan juga reorganisasi di tahun 2004 nyatanya berjalan dengan sangat buruk. Sehingga, pada akhirnya banyak staf-staf penting dari tim eksekutif harus pergi dari Nokia yang berujung kepada hilangnya pemikiran strategis dari Nokia.
Memasuki tahun 2013, Nokia semakin terpuruk. Nokian yang menjual bisnisnya ke Microsoft nyatanya tidak memberikan dampak yang begitu besar. Hal ini disebabkan karena sudah terlalu banyak pesaing-pesaing Nokia, seperti Apple.
Lebih lanjut, berikut 6 alasan mengapa Nokia pada akhirnya harus mengalami kebangkrutan
- Tidak ada Inovasi
Suatu teknologi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan inovasi. Alih-alih menciptakan inovasi, Nokia justru merasa puas dengan apa yang sudah mereka miliki, dan hal inilah yang berujung kepada tidak adanya inovasi. Nokia merasa enggan untuk berinovasi yang tentunya dapat memberikan dampak positif terhadap konsumen.
- Lambat Bergerak
Meskipun Sistem operasi Symbian awalnya menjadi landasan kesuksesan Nokia karena karakteristiknya yang tertutup, ia akhirnya kalah bersaing dengan Android yang lebih canggih.
Nokia awalnya tetap mempertahankan Symbian karena alasan eksklusifitas, meskipun Android lebih populer di kalangan konsumen. Namun, perlahan-lahan, konsumen mulai meninggalkan Nokia ketika mereka beralih ke Android. Meskipun para petinggi Nokia yakin bahwa Android tidak akan mendominasi pasar dan tetap setia dengan keypad QWERTY, mereka ternyata salah.
Sejak awal, Nokia menolak untuk mengadopsi Android dan merasa bisa mengendalikan tren pasar. Meskipun mereka berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan Symbian, mereka tetap tidak bisa mengimbangi Android.
- Tidak Peduli Konsumen
Meskipun Android telah mengambil alih perhatian konsumen, platform Symbian sudah tidak lagi diminati karena dianggap kuno, berat, dan tertinggal. Namun, Nokia tidak memperdulikannya dan terus meluncurkan ponsel dengan OS Symbian kepada konsumennya.
BACA JUGA: Rilis Hari Ini, Berikut 7 Spesifikasi iPhone 15 yang Wajib JAKartans Ketahui!
Pada kenyataannya, konsumen menginginkan smartphone yang mudah digunakan, terutama dari merek kesayangan mereka seperti Nokia yang telah beralih ke sistem operasi Android. Sayangnya, mereka tidak mendapatkan pilihan tersebut.
- Terlalu Fokus ke Hardware
Nokia dikenal karena fokus pada kualitas perangkat kerasnya, namun mereka kurang memberikan perhatian yang cukup pada portofolio perangkat lunaknya. Padahal, perangkat lunak memiliki nilai penting yang sama dengan perangkat keras.
- Tidak Peduli Kritik dan Masukan
Perusahaan seharusnya bersikap terbuka terhadap masukan dan kritik dengan tujuan untuk terus meningkatkan kualitasnya. Beberapa mengatakan bahwa pimpinan tingkat C di Nokia mungkin hanya menerima laporan yang positif dari bawahannya. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa para direktur di Nokia saat itu mungkin keras kepala dan enggan menerima masukan.
- Terlalu Percaya Merk
Nokia telah mengoverestimasi nilai mereknya. Mereka meyakini bahwa konsumen masih akan dengan antusias datang dan membeli ponsel Nokia, tetapi sayangnya, mereka terjebak dengan perangkat lunak yang tidak dapat bersaing.
Mereka mencoba untuk bertahan dengan meluncurkan seri Lumia, namun upayanya gagal karena kurangnya inovasi. Fitur-fiturnya tidak menarik dan terasa membosankan. Bahkan di era 4G, Nokia masih belum memiliki ponsel yang mendukung 3G. Nokia juga mencoba dengan seri Asha untuk pasar entry-level, tetapi sekali lagi, mereka kesulitan bersaing.(*/)
(RRY)