‘Nenek Moyangku Seorang Pelaut’: Keajaiban Kapal Pinisi di Wisata Indonesia
Apakah JAKartans pernah mendengar kalimat “Nenek moyangku seorang pelaut” sambil bernyanyi? Ternyata, penggalan lirik lagu anak-anak tersebut tidak hanya sebatas karangan atau imajinasi penulis lagu, melainkan mencerminkan sejarah kemaritiman Indonesia yang kaya. Salah satu bukti nyatanya adalah keberadaan kapal pinisi.
Kapal pinisi telah eksis di Indonesia sejak abad ke-16 dan sering digunakan oleh pelaut Konjo, Bugis, dan Mandar dari Sulawesi Selatan untuk mengangkut berbagai barang dagangan. Awalnya berfungsi sebagai alat transportasi perdagangan, kini banyak kapal pinisi yang dijadikan daya tarik wisata.
Ciri khas kapal pinisi sangat mudah dikenali di perairan. Dengan 7-8 layar dan 2 tiang utama di bagian depan dan belakang, serta terbuat dari kayu, kapal tradisional ini memberikan warna unik di lautan. Keberadaan kapal pinisi menjadi bukti konkret dari sejarah maritim Indonesia yang kaya.
Pembuatan kapal pinisi kini masih dilakukan secara tradisional di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, tepatnya di Desa Tana Beru, Bira, dan Batu Licin. Proses pembuatannya terbagi dalam tiga tahap yang melibatkan banyak unsur kearifan lokal.
Tahap pertama dimulai dengan menentukan “hari baik” untuk mencari kayu pembuatan kapal pinisi. Pemilihan hari ini memiliki makna simbolis yang mendalam, mencerminkan harapan akan rezeki yang melimpah bagi pembuat kapal.
Tahap kedua merupakan proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu, yang memakan waktu berbulan-bulan. Setiap bagian kapal dirakit dengan cermat, menjadikan pembuatan kapal ini sebagai karya seni yang mengandung nilai filosofi.
BACA JUGA: Kemenparekraf: Wisman ke Indonesia Sepanjang Januari-September 2023 Capai 8,5 Juta
Tahap terakhir adalah peluncuran kapal pinisi ke laut. Sebelum peluncuran, diadakan upacara maccera lopi untuk menyucikan kapal, yang ditandai dengan kegiatan menyembelih sapi atau kambing. Proses ini menandakan kesiapan kapal untuk berlayar dan menghormati alam sekitarnya.
Filosofi dan nilai-nilai yang terkandung dalam proses pembuatan kapal pinisi memberikan dampak besar. Kapal pinisi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO sejak tahun 2017.
Kini, kapal pinisi tidak hanya menjadi warisan nenek moyang bangsa Indonesia, khususnya suku Bugis, namun juga menjadi daya tarik wisata. Di berbagai destinasi wisata Indonesia seperti Kepulauan Raja Ampat, Labuan Bajo, hingga Danau Toba, kapal pinisi menjadi ikon wisata yang menawarkan pengalaman berbeda.
Salah satu contoh terbaru adalah Pinisi Kenzo, kapal pinisi pertama di Danau Toba, Sumatra Utara. Dengan ornamen unik yang mencerminkan identitas Suku Batak, Pinisi Kenzo menjadi pilihan menarik untuk menikmati keindahan Danau Toba. Dilengkapi dengan fasilitas modern, kapal ini menawarkan paket wisata selama 3 hari 2 malam, mengunjungi 11 destinasi di sekitar Danau Toba.
Jadi, apakah JAKartans siap merasakan sensasi liburan yang berbeda dengan naik kapal pinisi? Keindahan alam, kearifan lokal, dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap perjalanan dengan kapal ini akan membuat liburan JAKartans tak terlupakan. Ayo, nikmati pesona Indonesia dengan kapal pinisi! (*/)
(RRY)